Global Lesu, Bappenas: Pertumbuhan Ekonomi 7 Persen Sulit Dicapai

TEMPO.COJakarta - Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional atau Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan Indonesia akan sulit mencapai pertumbuhan ekonomi rata-rata 7 persen. Sebabnya, perekonomian dunia belakangan juga tengah melesu. "Kalau rata-rata tujuh persen itu berat sekali," ujar dia saat menyambangi Kantor Tempo, Jakarta Selatan, Senin, 8 April 2019.
Padahal, Indonesia saat ini tengah mengalami fase bonus demografi. Pada fase tersebut, penduduk usia produktif antara 15 tahun hingga 64 tahun dalam suatu negara berada pada jumlah yang besar. Berdasarkan Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024, pemerintah menyiapkan tiga skenario pertumbuhan ekonomi Indonesia, yakni rendah, sedang, dan tinggi.
Pada skenario rendah, Indonesia ditargetkan mencapai pertumbuhan 5,4 persen per tahun. Adapun pada skema sedang atau baseline, pertumbuhan ditargetkan 5,7 persen per tahun. Pada skema optimistis, pertumbuhan diperkirakan mencapai rata-rata 6 persen per tahun.
Sebelumnya, Direktur Riset Center of Reform on Economics, Piter Abdullah, mengatakan bahwa pemerintah mesti memacu pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih tinggi lagi. Hal ini penting agar Indonesia tidak masuk jebakan negara dengan pendapatan menengah. 
Pertumbuhan tinggi, kata Piter, juga dibutuhkan untuk memanfaatkan bonus demografi. "Hitungan Core, agar bonus demografi tidak menjadi bencana demografi, kita butuh pertumbuhan rata-rata 7 persen selama sebelas tahun ke depan," ujar Piter dalam pesan singkat kepada Tempo, Ahad, 31 Maret 2019.
Piter mengapresiasi pemerintah bisa menjaga pertumbuhan di level 5 persen. Namun, ia mengingatkan Indonesia butuh pertumbuhan ekonomi yang jauh lebih besar agar di tahun 2030 tidak mengalami bencana demografi.
Adapun rancangan RPJMN 2020-2024, menurut Bambang, disusun sesuai kondisi global. "Kami melihat faktor realistisnya, faktor realistisnya di global itu sepertinya sangat sulit untuk kita membayangkan ekonomi seperti Cina yang pada saat jaya-jayanya bisa tumbuh double digit dalam waktu 20 tahun ya," katanya.
Bambang menyebut negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di antara negara G20, India, pun diperkirakan tidak bisa menyamai kondisi prima Cina. Pertumbuhan ekonomi India berada di kisaran tujuh hingga delapan persen. "Dan mungkin itu tidak akan berlangsung lama."
Pada 2018 lalu, Indonesia menempati posisi ketiga negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di antara negara G20, dengan pertumbuhan 5,17 persen. Posisi pertama masih ditempati oleh India dengan pertumbuhan 7,3 persen, diikuti oleh Cina yang tumbuh 6,6 persen.
Kendati demikian, Bambang mengatakan bukan mustahil pertumbuhan ekonomi Indonesia sesekali bisa mencapai 7 persen. "Tidak berarti kita sekitar 5 terus. Tapi kan dia bisa naik turun, bisa sekitar 6 atau 7 persen."
Sumber:Tempo.co
Share:

Sri Mulyani Klaim Arah Pembangunan Ekonomi Indonesia Sudah Benar

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengklaim pembangunan yang saat ini dilakukan pemerintah sudah pada arah yang benar dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Sehingga, persoalan yang saat in terjadi bukanlah pada arah pembangunan, namun pada kecepatan dari pembangunan tersebut.
“Persoalannya lebih ke kualitasnya, bukan pada direction. Kalau ada yang ingin lebih cepat, pemerintah juga ingin lebih cepat,” kata Sri saat saat ditemui usai menghadiri rapat bersama Badan Anggaran DPR RI di Kompleks DPR/MPR, Senayan, Jakarta Pusat, Senin, 22 Juli 2019.
Sri  Mulyani menyebut arah pembangunan saat ini telah mengarah pada pertumbuhan ekonomi yang berkualitas karena sejumlah indikator turut membaik.Di antaranya adalah angka pengangguran, kemiskinan, hingga indeks pembangunan manusia atau Human Development Index (HDI). “Bahkan untuk unemployment (angka pengangguran), termasuk yang terendah, kemiskinan juga turun,” kata dia,
Dalam catatan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), sejumlah indikator menunjukkan beberapa perbaikan dari 2015 hingga 2019. Pertama, sepanjang tahun tersebut, tercipta 11,19 juta kesempatan kerja baru. Angka ini melampaui target dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional atau RPJMN 2015-2019 yang sebesar 10 juta kesempatan kerja.
Kedua, tingkat pengangguran terbuka ditekan menjadi 5,01 persen pada Februari 2019. Angka ini merupakan yang terendah sejak krisis moneter 1997/1998. Ketiga yaitu indeks pembangunan manusia yang mengalami kenaikan rata-rata mencapai 0,89 persen. Bappenas menyebut angka ini masuk dalam kategori tinggi.
Meski demikian, ekonomi memang belum bisa tumbuh lebih cepat karena beberapa faktor yang terjadi. Pertama yaitu kinerja ekspor yang belum bisa tumbuh maksimal karena tantangan dari sisi eksternal yang saat ini cukup besar. Di sisi lain, sektor produksi telah mencapai output gap hampir 0 persen. “Berarti kami harus meningkatkan kapasitasnya,” kata Sri Mulyani.
FAJAR PEBRIANTO
Sumber:Tempo.co
Share:

Diluncurkan Jokowi, Ini 4 Fokus Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia

TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi resmi meluncurkan Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia (MEKSI) 2019-2024 di Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta, Selasa, 14 Mei 2019. Kepala Bappenas bambang Brodjonegoro mengatakan rencana itu diluncurkan untuk menjawab tantangan sekaligus menyusun peta jalan pengembangan ekonomi syariah di Indonesia guna mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional.
"Saya harap MEKSI 2019-2024 ini dapat dijadikan rujukan bersama dalam mengembangkan ekonomi syariah Indonesia, yang kemudian dapat diturunkan menjadi program kerja implementatif pemerintah," ujar Bambang saat membacakan laporan sebelum meluncurkan laporan itu.
Menurut Bambang ada empat langkah dan strategi utama pemerintah dalam mengembangkan ekonomi syariah Indonesia yang tercantum dalam masterplan itu. Pertama, penguatan halal value chain dengan fokus pada sektor yang dinilai potensial dan berdaya saing tinggi. "Kami akan memperkuat nilai tambah pada sektor-sektor, misalnya makanan minuman, tourism, fashion, media dan rekreasi, serta farmasi dan kosmetik," kata bambang.
Strategi kedua adalah penguatan sektor keuangan syariah. Bambang mengatakan penguatan itu bisa dilakukan dengan rencana induk yang sudah dituangkan dalam Masterplan Keuangan Syariah Indonesia sebelumnya dan disempurnakan ke dalam rencana induk ini. Dalam masterplan ini, keuangan syariah ke depannya akan lebih berorientasi kepada sektor perbankan retail.
Ketiga, penguatan sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah atau UMKM sebagai penggerak utama halal value chain atau rantai nilai halal. Bambang mengatakan akan strategi ini bisa mendorong agar tidak hanya pemain besar yang menjadi pemain global. Dengan demikian akan semakin banyak pemain yang bisa terlibat.
Keempat, penguatan di bidang ekonomi digital. Utamanya, ujar Bambang, perdagangan, misalnya e-commerce dan market place, serta keuangan, yakni teknologi finansial. Sehingga sektor tersebut diharapkan dapat mendorong dan mengakselerasi pencapaian strategi lainnya. "Jadi akan diperbanyak halal goods dan services yang masuk e-commerce platform. Kami akan bekerjasama dengan beberapa e-commerce."
Untuk menjalankan empat strategi tersebut, Bambang berujar MEKSI 2019-2024 telah menjabarkan beberapa strategi dasar yang harus dilakukan. Strategi itu antara lain peningkatan kesadaran publik, peningkatan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia, penguatan kapasitas riset dan pengembangan (R&D), serta penguatan fatwa, regulasi dan tata kelola.
Dengan demikian, Bambang berharap Indonesia bisa meningkatkan posisi perekonomian syariah Indonesia di kancah internasional. "Kalau lihat laporan, Indonesia baru berada di posisi 10. Padahal sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia dan ekonomi terbesar ke-16, harusnya Indonesia bisa memiliki peran yang lebih besar dalam keuangan syariah global, juga pariwisata, dan fesyen," ujar Bambang.
Sumber:Tempo.co
Share:

Ma'ruf Amin, Kyai Bergelar Profesor Hukum Ekonomi Islam


TEMPO.CO, Jakarta - Analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji Gusta mengatakan Ma'ruf Amin bisa meningkatkan literasi mengenai ekonomi syariah jika terpilih menjadi wakil presiden. Hal tersebut merespons  keputusan Joko Widodo atau Jokowi menggandeng Maruf Amin sebagai calon wakil presiden pada pilpres 2019.

"Saya rasa beliau memang sangat kental dengan perkembangan ekonomi syariah dibandingkan ekonomi konvensional, karena kan bagi beliau manfaatnya lebih besar, tapi untuk edukasi kan memang perlu waktu kepada masyarakat," kata Nafan Aji saat dihubungi, Jumat, 10 Agustus 2018.
 
Jika menjadi wakil presiden, kata dia, Ma'ruf dapat membantu presiden terkait pengembangan ekonomi syariah, seperti menerbitkan aturan pendukung dan mendorong perbankan syariah melantai di Bursa Efek Indonesia.
 
Pada tahun lalu, Ma’ruf Amin dikukuhkan Menjadi Guru Besar Ilmu Ekonomi Muamalat Syariah. Dikutip dalam situs sumberdaya.ristekdikti.go.id, Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang mengukuhkan Prof. Dr. (H.C.) K.H. Ma’ruf Amin sebagai Guru Besar bidang Ilmu Ekonomi Muamalat Syariah.
 
Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu mendapat gelar Profesor bidang Hukum Ekonomi Islam berdasarkan Keputusan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 69195/A2.3/KP/2017 tertanggal 16 Mei 2017. 
 
Acara yang diselenggarakan di Gedung Dr. (HC) Ir. Soekarno UIN Maulana Malik Ibrahim itu turut dihadiri oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, Menristekdikti Mohamad Nasir, dan sejumlah pejabat lainnya dari berbagai institusi. Adapun surat pengukuhan guru besar Ma’ruf Amin dibacakan oleh Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek Dikti Kemristekdikti, Ali Ghufron Mukti. 
 
“Setelah melalui kajian secara seksama, usulan profesor untuk K.H. Ma’ruf Amin yang diusulkan oleh UIN Maulana Malik Ibrahim sudah memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan yang berlaku,” kata Ali Ghufron yang dikutip dalam situs tersebut di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Rabu, 24 Mei 2017.
Nafan menilai, pelaku pasar lebih banyak yang melihat pemimpin dari track record. Menurut Nafan track record pemerintah Jokowi-Jusuf Kalla sudah bersinergi dengan baik, begitu juga yang diharapkan pelaku pasar dengan Jokowi - Ma'ruf Amin.
 
"Selama ini Pak Jokowi dikenal sebagai presiden yang bekerja keras tanpa kenal lelah, jadi hal ini memberikan penilaian yang positif bagi para pelaku pasar, terutama para pelaku pasar asing, karena mereka melihat tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dalam tren positif dari tahun ke tahun," kata Nafan.

Sumber:Tempo.co
Share:

Tantangan Ekonomi Presiden Terpilih

Haryo Kuncoro
Direktur Riset Socio-Economic & Educational Business Institute
Komisi Pemilihan Umum telah menetapkan pasangan Joko Widodo dan Ma’ruf Amin sebagai presiden dan wakil presiden terpilih. Sambil menunggu pelantikan, mereka harus segera bersiap menghadapi sejumlah tantangan ekonomi yang tidak ringan.
Dalam sistem ekonomi apa pun, kinerja ekonomi pemerintahan akan diukur dari empat indikator. Pertama, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berkutat di seputar angka 5 persen. Agar segera keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah (middle-income trap), pertumbuhan ekonomi setidaknya harus menggapai 7 persen.
Kerja ekstra keras mutlak dilakukan lantaran komposisi produk domestik bruto sebagai dasar penghitungan pertumbuhan ekonomi masih didominasi konsumsi rumah tangga. Untuk menuju pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dalam jangka panjang, komponen investasi dan ekspor harus mengambil peran dominan.
Kedua, kualitas pertumbuhan ekonomi yang berkaitan erat dengan pemerataan distribusi pendapatan dan penciptaan kesempatan kerja. Sebaran sumber pertumbuhan secara spasial masih didominasi Jawa dan Sumatera. Sementara itu, secara sektoral, kinerja industri tetap menjadi cermin perekonomian nasional.
Kondisi ini berimbas pada indikator turunannya. Kelenturan antara pertumbuhan output nasional dan penyerapan tenaga kerja semakin rendah. Ironisnya, ketimpangan yang diukur dari indeks Gini malah semakin membaik di tengah angka pengangguran yang secara absolut mengalami peningkatan.
Ketiga, stabilisasi internal yang diukur dari tingkat inflasi relatif terkendali dalam tiga tahun terakhir. Namun unsur pembentukan inflasi masih belum merata. Komponen harga barang bergejolak dan harga yang diatur pemerintah masih menjadi pemantik inflasi utama.
Penghitungan inflasi yang melulu berbasis indeks harga konsumen (IHK) masih bias. Kombinasi dengan indeks harga produsen (IHP) dan indeks harga impor (IHI) semestinya dilakukan agar komprehensif. Dua indeks harga terakhir itu sekaligus merefleksikan stabilisasi eksternal yang diukur dari nilai mata uang asing.
Pengaruh depresiasi rupiah pada inflasi IHK beroperasi tidak langsung. Efek depresiasi nilai tukar bekerja langsung pada harga impor dan harga produsen. Studi empiris Tunc (2017) menunjukkan dampak depresiasi pada inflasi IHK paling kecil dibanding inflasi IHI dan IHP. Maka, stabilisasi nilai tukar tetap menjadi tantangan pemerintahan mendatang.
Keempat, keseimbangan sektor privat belum tercapai antara tabungan dan investasi sehingga menghendaki arus dana dari luar negeri. Arus dana asing, sayangnya, masih masif berwujud investasi portofolio, alih-alih penanaman modal yang membawa manfaat pada kesempatan kerja dan alih teknologi.
Keseimbangan sektor publik juga belum terpenuhi lantaran penerimaan pemerintah lebih kecil daripada belanja negara sehingga mengharuskan utang. Rasio pajak, yang sempat menjadi polemik panas di antara kedua kandidat pada masa kampanye, sudah dengan sendirinya membenarkan hal ini.
Sektor luar negeri pun sama saja. Neraca transaksi berjalan selalu defisit. Neraca dagang dibebani oleh tingginya impor minyak dan gas sehingga nilai surplusnya tidak kuasa menutup defisit neraca jasa. Imbasnya, perekonomian bergantung pada arus dana dari neraca modal dan neraca finansial yang mudah sekali berpindah.
Keempat hal tersebut terjalin ke suatu mata rantai yang saling berhubungan. Sebagai contoh, upaya untuk menekan impor berakibat pada ketersediaan pasokan bahan baku dan bahan penolong di dalam negeri. Akibatnya, harga output menjadi mahal sehingga kalah bersaing di pasar internasional.
Efek putaran berikutnya lebih berat. Di pasar barang, volume ekspor tertekan, kinerja produsen melorot, dan ujung-ujungnya adalah pemutusan hubungan kerja. Di sektor finansial, besaran surplus neraca dagang menurun dan ketersediaan valuta asing berkurang sehingga nilai tukar rupiah berfluktuasi, yang berimbas lagi pada kapasitas produksi.
Maka, kebijakan ekonomi pada lima tahun mendatang harus dirancang secara komprehensif agar tercipta sinergi untuk menyasar berbagai persoalan mendasar dalam struktur perekonomian nasional. Tanpa kecermatan, strategi yang dipilih malah bisa menggagalkan semua tujuan.
Dalam lingkungan global yang sedang tidak kondusif, pergeseran orientasi ekonomi ke dalam negeri patut dijadikan strategi alternatif. Sifat perekonomian terbuka tetap menjadi strategi terbaik, tapi perlu dilengkapi dengan sejumlah karakteristik agar lebih optimal. Dengan cara ini, perekonomian tidak alergi terhadap gejolak eksternal.
Penguatan pasar dalam negeri adalah kunci untuk memperbaiki kualitas pertumbuhan ekonomi. Kepiawaian presiden dan kabinet ekonominya dalam mengkombinasikan pertumbuhan, distribusi, stabilisasi, dan keseimbangan akan sangat menentukan arah perkembangan ekonomi pada masa mendatang.
Sumber:Tempo.co
Share:

Jokowi Ingatkan Resesi Ekonomi 1,5 Tahun Lagi: Jadikan Peluang

TEMPO.COJakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengingatkan pada potensi resesi ekonomi segera tiba. Di depan pengurus Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), Jokowi meminta agar setiap pengusaha bisa memanfaatkan situasi ini.
"Sudah sering saya katakan bahwa ekonomi dunia penuh dengan ketidakpastian. Perang dagang, tekanan eksternal baik berupa kemungkinan potensi resesi pada 1-1,5 tahun yang akan datang, sudah mulai dihitung-hitung oleh para pakar," kata Jokowi saat membuka Munas HIPMI ke-16, di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Senin, 16 September 2019.
Bahkan beberapa negara lain sudah mulai masuk ke fase resesi ekonomi. Indonesia harus siap menghadapi agar tak terdampak dengan situasi ini. Jokowi meminta resesi ini bisa dimanfaatkan oleh para pengusaha.
"Bahkan dengan situasi itu, kita bisa mampu memanfaatkan peluang-peluang yang ada, sehingga bisa menguntungkan negara kita," kata Jokowi.
Jokowi mengatakan revolusi konsumen di Indonesia terjadi secara nyata. Pada 2020, Jokowi mengatakan di Indonesia akan ada 141 juta penduduk yang naik kelas naik kelas menjadi middle class consumer.
"Dibanding 5 tahun yang lalu, jumlahnya 70 jutaan. Artinya telah terjadi peningkatan lebih dari 100 persen. Ini besar sekali. Inilah bukti adanya revolusi konsumen," kata Jokowi.
Selain itu, sebaran konsumen juga lebih merata. Jika lima tahun lalu hanya 25 Kabupaten/Kota yang memiliki konsumen kelas menengah lebih dari 500 ribu, maka pada 2020, Jokowi mengatakan jumlahnya akan meningkat menjadi 54 Kabupaten dan Kota.
Jokowi berkali-kali mengingatkan agar situasi ini dihadapi dengan penuh kehati-hatian. Situasi ini akan membuat Indonesia lebih atraktif bagi investasi bisnis global.
"Apalagi dalam situasi perang dagang dna ancaman resesi. Magnet konsumen kita akan semakin kuat. Ini akan menarik investasi bisnis dunia untuk datang ke Indonesia," kata Jokowi.
Sumber;Tempo.co
Share:

Krisis Ekonomi 1997 Berpotensi Terulang, Kemenkeu: Ada Hedging

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Kementerian Keuangan, Luky Alfirman, memastikan pemerintah tetap memantau kondisi utang korporasi yang terus membengkak. Pembengkakan utang korporasi ini sebelumnya menjadi perhatian firma konsultan global, McKinsey & Co karena bisa berpotensi menyebabkan terulangnya krisis ekonomi Asia tahun 1997.
“Kami memantau bersama Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK, dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)” kata Luky Alfirman saat ditemui selepas menghadiri acara peluncuran Savings Bond Ritel atau SBR008 di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis, 5 September 2019. Lembaga-lembaga ini juga merupakan anggota dari Komite Stabilitas Sistem Keuangan atau KSSK.
Luky mengatakan, antisipasi pemerintah saat ini berbeda dengan kondisi saat krisis ekonomi akhir dekade 20-an karena beberapa kebijakan mitigasi sudah diterbitkan. Salah satunya kebijakan transaksi lindung nilai atau hedging. “Di BI ada kewajiban hedging itu, salah satu cara agar kita (Indonesia) tidak seperti 1997, karena memang otoritas ada di mereka,” kata Luky. 
Laporan McKinsey & Co sebelumnya mencatat, ada tiga kondisi fundamental yang mengalami tekanan di negara-negara Asia. Pertama, di sektor riil, perusahaan-perusahaan di kawasan ini dalam kondisi yang sulit untuk memenuhi kewajiban utang mereka. Di Australia dan Korea Selatan, utang-utang ini telah menumpuk ke level yang cukup tinggi.
Kedua, sistem keuangan di Asia menunjukkan kerentanan, terutama di negara-negara berkembang. Mereka sangat bergantung kepada perbankan dan lembaga-lembaga shadow banking, untuk memperoleh pinjaman. Ketiga, arus modal yang terus masuk ke kawasan Asia telah menciptakan porsi yang lebih besar pada moda dari luar. “Apakah kondisi ini memicu terjadinya krisis, masih harus dilihat,” tulis laporan ini.
McKinsey kemudian menampilkan hasil pemantauan mereka terhadap neraca keuangan dari 23 ribu perusahaan di sebelas negara Asia Pasifik. Ternyata, terdapat 32 persen dari utang perusahaan di Indonesia dengan interest coverage ratio (ICR) kurang dari 1,5. ICR merupakan indikator kemampuan sebuah perusahaan untuk membayar bunga utang. Dalam kondisi ini, perusahaan pun harus menggunakan sebagian besar dari pendapatan mereka untuk membayar utang. Indonesia berada di peringkat ketiga paling rentan setelah Cina dan India.
Meski demikian kewajiban transaksi lindung nilai ini sebenarnya telah diatur melalui Peraturan Bank Indonesia Nomor 16 Tahun 2014 tentang Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank. Ketentuan ini pun sudah berlaku sejak 1 Januari 2015. 
Walau demikian, Bank Indonesia (BI) menyebut utang luar negeri Indonesia pada akhir triwulan II 2019 masih terkendali dengan struktur yang sehat. Jumlahnya sebesar US$ 391,8 miliar dengan proporsi US$ 195,5 miliar utang pemerintah dan US$ 196,3 miliar utang swasta, termasuk BUMN. Bahkan, utang swasta dan BUMN ini tumbuh melambat 11,4 persen year-on-year (yoy) pada periode tersebut. “Perlambatan utang swasta terutama disebabkan oleh meningkatnya pembayaran pinjaman oleh korporasi,” tulis pihak BI, pada 15 Agustus 2019.
Direktur Penelitian pada Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal mengatakan peringatan yang disampaikan oleh McKinsey & Co ini sebenarnya merupakan situasi yang sudah terjadi sejak lama. Sebab, tidak hanya utang pemerintah yang harus diperhatikan, namun juga utang swasta. Sehingga, kata Faisal, pemerintah tidak bisa lagi hanya mengandalkan indikator utang 30 persen dari Pendapatan Domestik Bruto atau PDB semata untuk menyiapkan skenario menghadapi potensi terulangnya krisis ekonomi 1997.
FAJAR PEBRIANTO
Sumber:Tempo.co
Share:

Menuju Ekonomi Sirkuler

Karmenu Vella
Komisioner Uni Eropa Urusan Lingkungan Hidup, Kemaritiman dan Perikanan
Para ilmuwan memperingatkan kita bahwa penggunaan sumber daya secara global akan menjadi dua kali lipat pada 2050 dan penggunaan sumber daya tahunan per kapita akan tumbuh sebesar 70 persen pada pertengahan abad. Pada waktu yang sama, permintaan makanan mungkin dapat meningkat 60 persen, untuk serat 80–95 persen, dan air 55 persen.
Pasokan sumber daya bumi terbatas. Dampak terhadap lingkungan sangat besar, tetapi penyerapan yang aman oleh ekosistem bumi juga terbatas. Untuk itu, yang diperlukan adalah pemisahan penggunaan sumber daya dari konsep pertumbuhan ekonomi. Itulah salah satu target agenda 2030 Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk pembangunan berkelanjutan. Ini adalah tantangan besar bagi manusia, mengingat pola hidup dan konsumsi kita sudah melebihi batasan ekologi yang seharusnya.
Saya sangat memahami bahwa masalah ini cukup signifikan bagi Indonesia. Negara ini telah mengalami urbanisasi dan pembangunan ekonomi yang telah berhasil mengangkat jutaan orang dari kemiskinan. Namun, pada saat yang sama, pola konsumsi dan produksi sedang berubah dan penggunaan terhadap sumber daya meningkat. Akibatnya, tekanan pada lingkungan dan kesehatan manusia semakin tinggi, kualitas udara menurun, dan timbunan limbah melonjak.
Masalah lain yang Indonesia sedang dihadapi adalah sampah plastik yang berakhir di lautan, mengingat 70 persen penduduk Indonesia tinggal di garis pantai dengan panjang 55 ribu kilometer. Sampah laut menganggu perekonomian lokal, membunuh ikan, dan mengancam potensi wisata.
Dari perspektif Uni Eropa, hanya ada satu cara untuk mengatasinya: transisi sistemik dari ekstraksi, manufaktur, konsumsi, dan pembuangan limbah yang linear ke sebuah model ekonomi sirkuler (circular economy). Model tersebut berfokus pada penggunaan sumber daya yang lebih efisien melalui desain yang baik, daur ulang, produksi ulang, dan penggunaan ulang.
Ekonomi sirkuler menawarkan kelebihan dari sisi sosial, ekonomi, dan lingkungan dan dapat membantu mengurangi limbah dan degradasi lingkungan. Hal ini dapat meningkatkan daya saing, menciptakan lapangan kerja, dan membantu peralihan ke ekonomi ramah lingkungan. Hal tersebut mengarah pada pembangunan ekonomi berkelanjutan yang sesungguhnya.
Uni Eropa ingin mempelopori transformasi global ini. Tindakan nyata yang telah diambil adalah rencana aksi ekonomi sirkuler dan strategi bahan plastik. Baru-baru ini, Uni Eropa mengeluarkan aturan baru mengenai alat tangkap ikan dan 10 produk plastik sekali pakai yang paling sering ditemukan di pantai dan di lautan. Kerangka legislasi ini disertai dengan investasi yang maksimal dalam bidang penelitian dan inovasi teknologi serta model bisnis yang ramah lingkungan. Kerja sama global dan kemitraan yang kuat dibutuhkan untuk mencapainya.
Pemerintah Indonesia mengakui pentingnya masalah ini. Pada 2017, pemerintah mengumumkan rencana investasi hingga 850 juta euro (Rp 15 triliun) dengan tujuan mengembangkan program nasional untuk menangani pengelolaan limbah dari sumber berbasis lahan. Pemerintah juga mengumumkan akan memasukkan isu sampah plastik laut ke dalam program pendidikan nasional. Kalangan bisnis Indonesia juga semakin menyadari dan menerapkan prinsip-prinsip ekonomi sirkuler yang mencakup penggunaan sumber daya yang bijak, limbah yang sedikit, serta penggunaan ulang dan daur ulang.
Komisi Eropa telah bekerja sama dengan pemerintah Indonesia, Kamar Dagang Eropa (EuroCham), dan jaringan bisnis UE-Indonesia untuk menyelenggarakan Circular Economy Mission, yaitu pertemuan politik dan bisnis tingkat tinggi untuk mempromosikan kebijakan berkelanjutan di seluruh dunia. Acara pertama di Asia Tenggara telah digelar Jakarta pekan lalu.
Dalam sudut pandang bisnis Indonesia, peningkatan efisiensi sumber daya merupakan peluang signifikan yang belum dimanfaatkan secara maksimal. Tahun ini, Dialog Bisnis UE-Indonesia (EIBD) berfokus pada peran pemuda. Transisi ke ekonomi sirkuler bergantung pada komitmen setiap orang untuk mengubah pola konsumsi menjadi lebih bijak dan mengelola limbah secara bertanggung jawab.
Potensi Indonesia cukup tinggi. Kita perlu memfasilitasi gelombang inovasi teknologi dan model bisnis untuk memanfaatkan kesempatan yang tersedia. Indonesia akan membutuhkan teknologi, pelayanan dan proses baru, serta model bisnis yang inovatif.
Sumber:Tempo.co
Share:

Daftar Presiden Sebelum Jokowi dan Uraian Singkat Kinerja Ekonomi

TEMPO.COJakarta - Calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto menyebut kesalahan sistem ekonomi nasional saat ini merupakan kesalahan bersama. Ia menyebut pemerintahan calon presiden inkumben Jokowi saat ini tak sepenuhnya bertanggung jawab, tapi juga pemerintahan sebelumnya.
Ia mengatakan saat ini pembangunan ekonomi nasional telah salah arah. Ia menegaskan Indonesia harus berani mengambil kebijakan untuk mengubah arah pembanguan ini secara menyeluruh. Prabowo menyebut seharusnya ada upaya tegas dari pemerintah untuk menghentikan aliran uang negara ke luar negeri. Hal ini juga yang kerap disebut Prabowo sebagai kebocoran.
"Saya tidak menyalahkan Bapak. Ini kesalahan besar, kesalahan besar presiden-presiden sebelum Bapak. Kita semua harus bertanggung jawab. Bener, itu pendapat saya," kata Prabowo dalam debat calon presiden dan wakil presiden, yang digelar di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Sabtu, 13 April 2019.
Berikut adalah enam presiden RI sebelum Jokowi sejak merdeka pada 1945. Tiap pemerintahan memiliki kebijakan ekonominya masing-masing.
1. Soekarno (1945 - 1965)
Menjadi presiden pertama Indonesia, Soekarno dilengserkan oleh Soeharto pada 1965. Selama masa pemerintahannya, Soekarno sempat membuat perekonomian Indonesia sebagai negara baru berkembang. Namun ekonomi Indonesia dengan cepat hancur karena hutang dan inflasi. Bahkan pada periode 1962-1965, inflasi mencapai 100 persen karena pemerintah dengan mudahnya mencetak uang untuk membayar utang dan mendanai proyek-proyek megah.
2. Soeharto (1965 - 1998)
Di era Soeharto, tim ahli ekonomi yang belajar di Berkeley, Amerika Serikat, dibentuk untuk memulai periode rehabilitasi dan pemulihan ekonomi. Era ini juga menjadi pintu masuknya investasi asing dibuka lebar setelah dibuatnya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967, tentang Penanaman Modal Asing.
Pasangan capres dan cawapres nomor urut 02 Prabowo - Sandiaga melakukan tos dalam debat kelima Pilpres 2019 di Hotel Sultan, Jakarta, Sabtu, 13 April 2019. ANTARA
Namun pada 1997 saat krisis moneter, nilai beberapa mata uang, termasuk rupiah, anjlok. Pada Januari, tercatat rupiah ada di kisaran Rp 11 ribu. Meski sempat sedikit membaik, Soeharto melepas jabatannya pada Mei 1998 setelah mendapat desakan masyarakat dan menandai awal mula era reformasi.
3. BJ Habibie (1998 - 1999)
Menjadi presiden menggantikan Soeharto yang mengundurkan diri, Habibie tak banyak membuat banyak perubahan di sistem perekonomian nasional. Di tahun pertamanya tercatat pertumbuhan ekonomi anjlok menjadi minus 13,31 persen.
Namun dengan beberapa perbaikan regulasi, Habibie mencatatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,79 persen pada 1999. Posisi Habibie tak bertahan lama, dan digantikan oleh Abdurrahman Wahid alias Gus Dur pada Oktober 1999.
4. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur (1999 - 2001)
Berbeda dengan Habibie, Gus Dur membuka awal pemerintahhnya dengan naiknya pertumbuhan ekonomi hingga 4,92 persen pada 2000. Namun di tahun berikutnya, pertumbuhan ekonomi menurun menjadi 3,64 persen. Gus Dur lengser dan digantikan oleh Megawati Soekarnoputri lewat pemilihan sidang istimewa di Majelis Permusyawatan Rakyat (MPR) pada 2001.
5. Megawati Soekarnoputri (2001 - 2004)
Menjabat kurang dari empat tahun, pemerintahan putri Soekarno ini kerap dinilai cukup berhasil. Tingkat inflasi rendah, nilai tukar rupiah stabil, cadangan devisa stabil, dan menurunnya suku bunga bank, dianggap menjadi indikatornya. Bahkan di akhir masa pemerintahannya, pertumbuhan ekonomi mencapai 5,03 persen.
6. Susilo Bambang Yudhoyono (2004 - 2014)
SBY menjadi presiden pertama Indonesia yang terpilih lewat skema pemilihan umum secara terbuka pada 2004. SBY kembali memenangkan pemilihan pada 2009 dan menjadi presiden selama dua periode.
Menjalankan pemerintahan selama 10 tahun, SBY mencatatkan prestasi di bidang ekonomi dengan membawa Indonesia ke dalam kelompok 20 ekonomi utama atau G20. Bahkan beberapa kali pertumbuhan ekonomi Indonesia menembus di atas angka 6 persen. Beberapa kalangan menilai hal ini tak terlepas dari meningkatnya harga komoditas global.
Sumber:Tempo.co
Share:

Jokowi Akan Resmikan 3 Kawasan Ekonomi Khusus di Sulawesi Utara

TEMPO.COManado - Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada pagi hari ini dijadwalkan meresmikan tiga kawasan ekonomi khusus (KEK) di Bandara Samratulangi Manado, Sulawesi Utara. Peresmian kawasan ekonomi khusus itu dilakukan sebelum berangkat menuju Papua Barat.
Tiga KEK yang akan diresmikan Presiden Jokowi adalah KEK Bitung, KEK Maloy dan KEK Morotai. Adapun peresmian KEK akan dipusatkan di Bandara Sam Ratulangi, Jalan AA Maramis Lapangan Mapanget, Manado.
Rencana peresmian ini juga dikuatkan dengan adanya surat Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, Nomor: KEK-201/SES.M.EKON/03/2019 tanggal 28 Maret 2019 perihal undangan peresmian pengoperasian Kawasan Ekonomi Khusus Maloy Batuta Trans Kalimantan (KEK MBTK). KEK MBTK merupakan kawasan pusat agroindustri di Kabupaten Kutai Timur (Kutim) Kalimantan Timur.
Dalam surat undangan peresmian itu juga disebutkan bahwa Menko Bidang Perekonomian selaku Ketua Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus mengundang Bapak Bupati Kutai Timur selaku Wakil Ketua Dewan Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Kaltim untuk hadir dalam acara peresmian tiga KEK. "Tiga KEK (Bitung, Morotai dan MBTK) di Kota Manado, Sulawesi Utara, 1 April 2019,” kata Kabag Humas dan Protokol Pemkab Kutai Timur, Imam Sujono Lutfi.
Terkait KEK, sebelumnya Presiden Jokowi pernah mengungkapkan kekesalannya terkait lambannya progres investasi di KEK khususnya di Batam. Dalam sambutannya di Rapat Terbatas Pengembangan Batam, di Kantor Presiden, Rabu, 12 Desember 2018, Jokowi mengatakan dirinya sudah memimpin rapat terkait percepatan pembangunan di Batam berkali-kali tapi hasilnya diakui masih jauh dari target."Pada 2015 Desember kita pernah bicara ini. (Pada) Januari 2016 kita pernah bicara ini. (Pada) Maret 2017 kita pernah berbicara ini. Sudah dirapatkan berkali-kali," ucapnya.
Jokowi menjelaskan Batam dan sekitarnya memiliki posisi strategis yang bisa dikembangkan secara maksimal sehingga memiliki daya tarik yang bagus. Oleh karena itu, Batam juga diharapkan menjadi kawasan ekonomi yang mampu menarik investor. "Saya minta Menko Perekonomian untuk menyampaikan perkembangan di Batam. Proses transformasi dari free trade zone ke kawasan ekonomi khusus," ujarnya.
Sumber:Tempo.co
Share:

Recent Posts