Menuju Ekonomi Sirkuler

Karmenu Vella
Komisioner Uni Eropa Urusan Lingkungan Hidup, Kemaritiman dan Perikanan
Para ilmuwan memperingatkan kita bahwa penggunaan sumber daya secara global akan menjadi dua kali lipat pada 2050 dan penggunaan sumber daya tahunan per kapita akan tumbuh sebesar 70 persen pada pertengahan abad. Pada waktu yang sama, permintaan makanan mungkin dapat meningkat 60 persen, untuk serat 80–95 persen, dan air 55 persen.
Pasokan sumber daya bumi terbatas. Dampak terhadap lingkungan sangat besar, tetapi penyerapan yang aman oleh ekosistem bumi juga terbatas. Untuk itu, yang diperlukan adalah pemisahan penggunaan sumber daya dari konsep pertumbuhan ekonomi. Itulah salah satu target agenda 2030 Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk pembangunan berkelanjutan. Ini adalah tantangan besar bagi manusia, mengingat pola hidup dan konsumsi kita sudah melebihi batasan ekologi yang seharusnya.
Saya sangat memahami bahwa masalah ini cukup signifikan bagi Indonesia. Negara ini telah mengalami urbanisasi dan pembangunan ekonomi yang telah berhasil mengangkat jutaan orang dari kemiskinan. Namun, pada saat yang sama, pola konsumsi dan produksi sedang berubah dan penggunaan terhadap sumber daya meningkat. Akibatnya, tekanan pada lingkungan dan kesehatan manusia semakin tinggi, kualitas udara menurun, dan timbunan limbah melonjak.
Masalah lain yang Indonesia sedang dihadapi adalah sampah plastik yang berakhir di lautan, mengingat 70 persen penduduk Indonesia tinggal di garis pantai dengan panjang 55 ribu kilometer. Sampah laut menganggu perekonomian lokal, membunuh ikan, dan mengancam potensi wisata.
Dari perspektif Uni Eropa, hanya ada satu cara untuk mengatasinya: transisi sistemik dari ekstraksi, manufaktur, konsumsi, dan pembuangan limbah yang linear ke sebuah model ekonomi sirkuler (circular economy). Model tersebut berfokus pada penggunaan sumber daya yang lebih efisien melalui desain yang baik, daur ulang, produksi ulang, dan penggunaan ulang.
Ekonomi sirkuler menawarkan kelebihan dari sisi sosial, ekonomi, dan lingkungan dan dapat membantu mengurangi limbah dan degradasi lingkungan. Hal ini dapat meningkatkan daya saing, menciptakan lapangan kerja, dan membantu peralihan ke ekonomi ramah lingkungan. Hal tersebut mengarah pada pembangunan ekonomi berkelanjutan yang sesungguhnya.
Uni Eropa ingin mempelopori transformasi global ini. Tindakan nyata yang telah diambil adalah rencana aksi ekonomi sirkuler dan strategi bahan plastik. Baru-baru ini, Uni Eropa mengeluarkan aturan baru mengenai alat tangkap ikan dan 10 produk plastik sekali pakai yang paling sering ditemukan di pantai dan di lautan. Kerangka legislasi ini disertai dengan investasi yang maksimal dalam bidang penelitian dan inovasi teknologi serta model bisnis yang ramah lingkungan. Kerja sama global dan kemitraan yang kuat dibutuhkan untuk mencapainya.
Pemerintah Indonesia mengakui pentingnya masalah ini. Pada 2017, pemerintah mengumumkan rencana investasi hingga 850 juta euro (Rp 15 triliun) dengan tujuan mengembangkan program nasional untuk menangani pengelolaan limbah dari sumber berbasis lahan. Pemerintah juga mengumumkan akan memasukkan isu sampah plastik laut ke dalam program pendidikan nasional. Kalangan bisnis Indonesia juga semakin menyadari dan menerapkan prinsip-prinsip ekonomi sirkuler yang mencakup penggunaan sumber daya yang bijak, limbah yang sedikit, serta penggunaan ulang dan daur ulang.
Komisi Eropa telah bekerja sama dengan pemerintah Indonesia, Kamar Dagang Eropa (EuroCham), dan jaringan bisnis UE-Indonesia untuk menyelenggarakan Circular Economy Mission, yaitu pertemuan politik dan bisnis tingkat tinggi untuk mempromosikan kebijakan berkelanjutan di seluruh dunia. Acara pertama di Asia Tenggara telah digelar Jakarta pekan lalu.
Dalam sudut pandang bisnis Indonesia, peningkatan efisiensi sumber daya merupakan peluang signifikan yang belum dimanfaatkan secara maksimal. Tahun ini, Dialog Bisnis UE-Indonesia (EIBD) berfokus pada peran pemuda. Transisi ke ekonomi sirkuler bergantung pada komitmen setiap orang untuk mengubah pola konsumsi menjadi lebih bijak dan mengelola limbah secara bertanggung jawab.
Potensi Indonesia cukup tinggi. Kita perlu memfasilitasi gelombang inovasi teknologi dan model bisnis untuk memanfaatkan kesempatan yang tersedia. Indonesia akan membutuhkan teknologi, pelayanan dan proses baru, serta model bisnis yang inovatif.
Sumber:Tempo.co
Share:

Recent Posts