Vaksin & 5 Langkah Kebijakan Demi Ekonomi RI Bangkit!

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi domestik akan membaik hingga akhir 2020, dan diperkirakan meningkat secara bertahap pada 2021. BI memproyeksikan pertumbuhan ekonomi di tahun ini mencapai 4,8% hingga 5,8%.

Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, meski sedikit lebih rendah dari perkiraan semula, perkembangan sejumlah indikator pada Desember 2020 mengindikasikan perbaikan yang terus berlangsung.

Indikator perbaikan yang disebut Perry misalnya saja adanya perbaikan aktivitas ekspor dan impor yang meningkat, PMI manufaktur yang membaik, serta ekspektasi penjualan dan konsumen yang masih tetap baik.

Program vaksin nasional yang dimulai pada awal Januari 2021, kata Perry diharapkan dapat mendukung proses pemulihan ekonomi domestik.

Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulanan BI. (Tangkapan layar youtube Bank Indonesia)Foto: Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulanan BI. (Tangkapan layar youtube Bank Indonesia)


"Program vaksin nasional juga dibarengi dengan disiplin dan tetap dibarengi dengan penerapan protokol Covid-19 diharapkan dapat mendukung proses pemulihan ekonomi domestik," jelas Perry dalam konferensi pers virtual, Kamis (21/1/2021).

Selain itu, program vaksinasi, lima langkah kebijakan juga diyakini akan menopang prospek pertumbuhan ekonomi domestik. Lima langkah yang dimaksud Perry, pertama pembukaan sektor-sektor produktif dan aman secara nasional maupun di masing-masing daerah.

Kedua, akselerasi stimulus fiskal. Ketiga penyaluran kredit perbankan dari sisi permintaan dan penawaran. Keempat, berlanjutnya stimulus moneter dan makroprudensial. Serta, kelima dengan percepatan digitalisasi ekonomi dan keuangan, khususnya terkait pengembangan UMKM.

"Dengan kondisi tersebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan akan meningkat pada 2021," tutur Perry.

Ke depan, BI akan terus memperkuat sinergi dengan pemerintah dan otoritas terkait dalam menempuh langkah-langkah kebijakan lanjutan agar berbagai kebijakan yang ditempuh semakin efektif mendorong pemulihan ekonomi.

"Secara keseluruhan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2021 berkisar 4,8% sampai 5,8% masih kami pegang. Meskipun kami dari waktu ke waktu masih melakukan assessment untuk melihat vaksinasi, fiskal, belanja modal, dan kenaikan investasi," kata Perry melanjutkan.
Share:

Joe Biden Dilantik, Ini Dampaknya untuk Ekonomi Indonesia

Jakarta, Beritasatu.com – Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Bidang Hubungan Internasional, Shinta Widjaja Kamdani mengungkapkan, terpilihnya Joe Biden sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) akan memberikan sejumlah peluang dan juga tantangan bagi Indonesia.

Dikatakan Shinta, pelaku usaha menilai era Joe Biden akan lebih menjanjikan untuk pertumbuhan dan peningkatan relasi ekonomi Indonesia - AS dibandingkan era Donald Trump.

Advertisement

Joe Biden rencananya akan dilantik secara resmi sebagai Presiden AS pada 20 Januari 2021. Sebelumnya, Biden dua kali menjadi Wakil Presiden AS mendampingi Barack Obama (2008-2016).

“Proyeksi kami, akan ada peningkatan kapasitas berusaha dengan AS, peningkatan permintaan pasar AS dan pasar global seiring program stimulus dan normalisasi ekonomi AS,” kata Shinta Kamdani dalam webinar "Prospek Hubungan Ekonomi dan Perdagangan Indonesia-AS di Era Biden", Selasa (19/1/2021).

Perang dagang antara AS-Tiongkok juga diprediksi akan terus berlanjut. Menurut Shinta, hal ini bisa menjadi peluang bagi Indonesia untuk menarik investasi AS di sektor manufaktur.

Namun, Shinta melihat ada potensi peningkatan tuduhan antidumping, antisubsidi, dan kebijakan lain oleh AS. Hal ini berkaca dari pengalaman di era Barack Obama saat Joe Biden menjadi wakil presiden.


“Kalau kita ingat di era Obama, Indonesia mengalami banyak tuduhan antidumping dan antisubsidi, khususnya untuk biofuel yang saat ini tidak bisa lagi diekspor ke AS karena tuduhan anti-subsidinya dimenangkan AS di level domestik maupun di level WTO,” kata Shinta.


Pada 2019, AS juga telah memasukkan Indonesia sebagai negara maju. Menurut Shinta, status ini akan membuat Indonesia menjadi lebih sulit memenangkan tuduhan anti-subsidi di AS secara bilateral karena marjin perhitungan subsidi yang dipersempit.


Karenanya, Indonesia harus memastikan agar kebijakan nasional, khususnya yang terkait produk ekspor unggulan betul-betul sejalan dengan aturan perdagangan internasional untuk menghindari peningkatan tuduhan AS.


“Selain itu, kita juga perlu memanfaatkan omnibus law dan reformasi struktural untuk meningkatkan hubungan bilateral Indonesia - Amerika Serikat. Yang terpenting, saya rasa kita harus menyadari bahwa Biden akan selalu mendahulukan kepentingan AS. Dia tidak akan segan-segan mematikan kepentingan negara lain misalnya Indonesia, bila kepentingan Indonesia tidak sejalan dengan kepentingan AS,” kata Shinta.

Share:

Recent Posts